Surat Buat Sahabatku,
Ana yang kukasihi,
Ketika aku mendengar kamu ditahan, betapa kabar itu
bagaikan halilintar menyambar ditelingaku. Hampir tak percaya ketika pertama
kali ku mendengarnya, walau kejadian ini sudah sejak lama aku duga bakal terjadi,
jika kamu tak hati-hati dalam mengelola hidupmu yang serampangan mengelola
keuangan.
Ketika dulu hidupmu masih susah saja, menurutku
gamblingmu sudah terlalu berani. Sepertinya kamu tak pernah peduli dengan
apapun yang kamu lakukan, waktu itu.
Apapun yang kamu mau beli, lalu kamu beli.
Dengan harga kredit yang tinggi berlipat ganda kamu tak pernah peduli, asal kamu
ingin beli, pasti akan kamu beli. Entah itu baju, mukena atau barang-barang
lain yang menurutku tidak terlalu mendesak kamu butuhkan.
Kamu membeli setiap barang-barang hanya memenuhi
nafsumu, bukan lagi suatu kebutuhan yang memang harus kamu adakan. Kamu hanya
punya suatu patokan, berapapun hutangmu kelak menumpuk suamimu pasti akan
membayarnya ! Itulah sebabnya !.
Kamu tak pernah memikirkannya, bagaimana dan darimana
suamimu bisa mendapatkan uang berpuluh-puluh juta untuk menutup
hutang-hutangmu.
Setiap kali aku menasehatimu, hatimu menjawab lewat
tatapan matamu yang selalu kucoba telusuri :”Ah, peduli amat, kau kan tak pernah
kusuruh ikut membayar hutang-hutangku bu Nien ?”. Ya sudah, aku langsung
bungkam, tak ada lagi setitik keinginanpun untuk melanjutkan nasehatku padamu.
Lalu kamu mendesakku untuk mencari orang pintar, guna
mengatasi kebingunganmu ditagih hutang sama banyak orang... Sedangkan kamu tahu
aku tak pernah mengenal orang pintar kecuali para ilmuan. Karena desakanmu
akhirnya aku luluh juga karena kasihan padamu.
Kuantar kamu ketempat kakak seniorku mengaji, dipesisir
pantai kebumen, ketempat Mbah Giman, barangkali disana bisa mendapat pencerahan.
Usianya masih tergolong muda, 40 an tahun, namun orang menyebutnya dengan
panggilan “Mbah” karena kesepuhan ilmunya.
Beliau bukan dukun, namun karena sikapnya yang rendah
hati, kebapakan, ramah dan pendalamannya tentang ke Tuhanan demikian kental,
dikemudian hari banyak diantara kami dan orang-orang lain menemuinya untuk
memohon nasehat spiritual. Itulah sosok beliau.
Sepertinya kamu sangat kecewa ketika bertemu pertama
kali dengan kakak mengajiku itu. Penampilannya sama sekali tidak meyakinkan. Kulitnya
yang sawo matang, kukunya yang item-item karena sedang bergelut dengan pupuk
kandang yang belum sempat dibersihkannya, tutur bahasanya yang teramat lugu
karena hanya lulusan SMP apalagi beliau orang yang sangat lugu dan apa adanya.
Komplit sudah dugaanmu bahwa ia sosok orang desa bodoh yang tak ngerti soal
ilmu batin atau trawangan, apalagi dirumahnya tak ada apapun benda yang
mengisyaratkan bahwa beliau adalah kesepuhan yang patut diperhitungkan.
Ana Sahabatku,
Ketika itu, kepada Mbah Giman kamu minta dibukakan
auramu agar aliran rizkymu menjadi lancar bak air bah. Lalu Mbah Giman sudah
bilang, itu tak perlu. Berdoa saja sama Allah secara istiqomah ( tekun ) itu
jauh lebih baik. Bahkan aku lalu menambahkan :”Lha iyo, baca saja Surat Al
Waqi’ah tiap malam kan sudah jaminan Allah bahwa risky kita akan dimudahkan”.
Tapi kau tak pernah yaqin, kau lebih yaqin dari apa yang disampaikan oleh
seseorang, daripada janji2 Allah dalam Al Qur’an. Ya Allah…
Saking ngototnya pergi ke Mbah Giman siang hari bolong,
bahkan kita sempat bertengkar sebelum berangkat.
Waktu itu sudah tengah hari.
Suamimu sedang ditempat kerjaan, tak mungkin kamu mengganggunya untuk pamit mau
pergi bersamaku ke Mbah Giman. Lagipula kamu belum masak untuk anak-anakmu.
Aku kan waktu itu ngomong :"Jangan sekarang, waktunya
tidak nyandak. Besuk aja, kamu harus minta ijin atau pamit dulu ke suamimu,
masaklah buat anak-anakmu jadi pulang sekolah mereka ada yang dimakan".
Tapi kamu tak menggubris usul baikku. Kau memang begitu
super egois ! Berbuat dulu urusan belakang ! Itulah falsafahmu dari dulu.
Benar kan ? Ketika kita sampai ke Mbah Giman, beliau
ngarit, mencari rumput untuk 7 kambing kesayangannya, pulangnya sore hari
karena kalau mencari rumput hingga keluar kota, dan tak mau diganggu he he !
Ketika beliau pulang kita hanya sempat berbincang sebentar, itupun beliau tak
mau membuka auramu kan ? karena hari kita sowan kamu telah melakukan dosa
sebelumnya ( Mbah Giman tahu ). Kamu tak berbakti kepada suamimu dan kamu
menelantarkan anak-anakmu, kelaparan !
Pulang dari sana terjadi masalah besar. Suamimu pulang
sampai kerumah lebih dahulu daripada kita. Bukankah kita sampai dirumah sudah
melewati maghrib ?
Dirumah, tak ada satupun anak-anakmu yang tahu kemana
ibunya pergi. Lagipula dirumah tak ada air masak dan makanan, boro-boro teh
hangat untuk suami ! Suami mana yang tak menjadi berang, apalagi suamimu yang
memang temperamennya panas, dikit-dikit marah, aku bisa maklum. Hal seperti
inilah yang kukhawatirkan bakal terjadi tadi sebelum kita berangkat. Nah benar
kan ?
Belum lama berselang kita berpisah, kamu sudah datang
lagi kerumahku sambil menangis. Kamu bilang suamimu marah besar, kamu
disuruhnya belanja bahan masakan dan suruh masak saat itu juga. Nah loo..
Saat kesempatan belanja itu pula kamu mampir kerumahku
dan memintaku dengan sangat agar aku meminta maaf kepada suamimu seolah-olah
akulah yang salah telah mengajakmu ke Mbah Giman sehingga keluargamu menjadi
terlantar tak terurus makannya. Padahal bukankah kamu yang mengotot mengajakku
kerumah Mbah Giman ?
Astaghfirullah…aku pantang berbuat dan berkata tidak
jujur. Tapi kalau aku mengatakan yang sejujurnya, pasti kamu akan dimarahi habis-habisan oleh suamimu.
Alhamdulillah suamiku adalah orang yang sangat penyabar dan baik hati. Sehingga
mengijinkanku untuk menolongmu agar kamu selamat dihadapan suamimu, selamat
dari kemarahannya.
Tanpa banyak bicara akhirnya kulangkahkan kakiku dengan
sangat berat menuju kerumahmu untuk menemui suamimu, untuk mengakui kesalahan
yang tak pernah kulakukan, demi menyelamatkan dirimu dari kemarahan suamimu.
Tuhan, ampunilah kebodohanku ini…
Singkat kata, kulakukan permintaanmu. Aku meminta maaf
kepada suamimu untuk kesalahan yang tak pernah kulakukan ! Lalu, tanpa
basa-basi dimakinya aku habis-habisan, katanya aku orang tua yang tidak urus,
tidak tahu etika dan segala sumpah serapah yang sangat menyakitkan didengar
telinga.
Dalam hati, saat aku menerima perlakuan yang tidak adil dari suamimu
itu ( dan ini karena ulahmu yang tidak jantan untuk mengakui kesalahan
dihadapan suamimu ) aku hanya bisa berdoa dalam hati :”Ya Allah, yang hak
adalah hak, dan yang batil adalah batil, semuanya aku pasrahkan kepada keadilanMu
yang Maha Tinggi Ya Allah”.
Aku sudah memaafkan kekerdilan hatimu waktu itu yang
tak berani mengakui kesalahanmu dengan jantan, dalam kondisi kepepet kau selalu
mengumpankan siapapun termasuk sahabatmu sendiri, dan itu kamu tega !
Aku
memang sudah memaafkanmu sebelum kamu meminta maaf, tapi setiap ingat peristiwa
itu kenapa ya luka dihatiku masih terasa pedih karenanya ?
Bukan hanya untuk itu, kamu menyakiti hatiku. Masih banyak
hal lain yang sering kamu lakukan padaku dan sangat menyakitkanku, akupun tidak
tahu apakah kamu menyadarinya atau tidak?
Hal itu bukan hanya kamu lakukan padaku tapi kepada
banyak orang, sikap masa bodoh dan tak peduli pada hak-hak orang lain, bahkan
kepada suamimu dan anak-anakmu semua..
Kini kau sedang dalam penahanan fihak yang berwajib,
menurut ibumu, kau diminta pertanggungjawaban atas nota milyaran rupiah dari
perusahaan dimana suamimu dulu bekerja, yang kemudian kau lanjutkan setelah
suamimu meninggal karena sakit jantung.
Dan konon yang bertanggung jawab adalah kamu karena ini
terjadi setelah suamimu meninggal, setelah nota-nota tagihan perusahaan itu
menjadi tanggungjawabmu.
Kemana uang sebanyak itu sahabatku ? Karena selama
ini, kau tak pernah menyinggung putaran usahamu kepadaku.Ya Allah…
Aku hanya sering menyaksikan bahwa pengeluaranmu memang
terlalu boros, seolah engkau keluarkan uang tanpa mikir. Itulah yang membuat tanda tanya di hatiku sekaligus menimbulkan rasa was-was yang tak jelas atas akibat dari keborosanmu ini, dikelak kemudian hari.
Dari dulupun sejak awal kita berkenalan, kamu ketemu
aku kondisiku sudah miskin. Dan ketika kau menjadi kaya dengan hartamu yang
ratusan juta rupiah, rumah bagus dan mobil mewahpun, tak menjadikan kehidupanku
berubah menjadi kaya sepertimu he he..
Aku tetaplah aku dengan kemiskinanku, dan kau yang sudah kaya
menjadi semakin kaya. Meskipun begitu, Alhamdulillah persahabatan kita tak
pernah terganggu, jalan terus.
Dan jika kuperhatikan, dalam membelanjakan hartamu, kau
seperti membabi buta. Program2mu tak pernah matang.
Kau membeli alat-alat spa, namun alat-alatnya itu hanya
kau onggokkan saja sehingga menjadi besi tua, kau beli rumah mewah hanya kau
keluarkan voorskot tapi tidak kau tuntaskan pembeliannya sehingga uang muka
puluhan juta itu menguap begitu saja.
Sayang, perencanaanmu atas segala hal tak
pernah matang, selalu saja masih mentah sudah kau laksanakan, sehingga ditengah
jalan belum sampai finish sudah berantakan. Itulah kamu Ana. Hanya
membuang-mbuang uang, sementara diluar masih banyak orang menangis kepada Allah
memohon dimudahkan jalan rizkynya.
Jika persahabatan kita tetaplah langgeng, karena aku
berusaha mengalah kepadamu, bersabar kepadamu, seperti induk mengemong anaknya.
Itulah tipe persahabatan diantara kita. Aku berusaha memegang etika
persahabatan. Aku tak pernah sama sekali menyinggung penghasilanmu yang puluhan
bahkan ratusan juta rupiah tiap bulan itu berasal dari mana? Itu adalah privacemu, dan aku tak pernah mengusiknya barang sedikitpun.
Dan aku memang orang yang tidak “blereng” atau “takjub”
dengan gelimang harta. Aku sudah merasa senang, bisa numpang mobil nyaman karena
sering kau ajak kemana kau pergi. Sederhana kan ? Aku cukup alhamdulillah kamu ajak direstoran makan enak, yang tak pernah terkjangkau oleh kocekku.
Aku sudah sangat bersyukur dengan karunia yang Allah
limpahkan padaku.Rumah tanggaku Alhamdulillah damai walau tidak sejahtera.
Rukun dan bahagia karena aku dengan suamiku tak pernah bertengkar. Putriku
satu-satunya sudah melewati ujian akhir SMAnya dengan selamat, Alhamdulillah
rajin ngaji dan rajin sholat. Ia anak yang cerdas, sopan dan lemah lembut
sehingga orang banyak bertanya bagaimana cara aku mendidiknya?
Aku sudah sembuh dari ujian sakit maag yang lebih dari
15 tahun kuderita. Kurang Apalagi? Rejeki sudah diatur oleh Allah SWT. Kita tak
perlu ngoyo. Saklantrahe waelah ( orang Jawa bilang begitu ). Yang penting tiap
hari kita bisa menjalankan ibadah yang diperintahkan oleh Allah SWT kepada kita
dengan baik , lalu kita berusaha menjauhi apa yang menjadi laranganNya, itu
sudah sangat bagus jika kita bisa menjalaninya dengan tekun penuh keikhlasan.
Mohon maaf banget jika aku belum menjengukmu didalam
tahananmu. Kita pasti akan sama sama menangis dalam pelukan kerinduan yang
penuh makna.
Kau menangisi keterpurukanmu yang sudah terlambat kau
sesali. Dan aku menangis karena bersyukur, selama ini aku diberi anugerah bisa
bersabar dalam penderitaan dan tetap bersyukur dalam setiap kondisi yang
bagaimanapun, menahan sabar dalam kemiskinanku.
Ini adalah impian yang berbeda dengan akhir
yang berbeda pula.
Kau dengan impianmu yang menjulang kelangit tinggi dengan
gemerlap kemewahan yang selalu kau harapkan, sedangkan aku dengan impianku yang
cukup sederhana : adalah keselamatan dunia akherat bagi keluargaku sampai ke
anak cucuku hingga tak terbatas waktu.
Aku sudah sangat bersyukur jika melihat putriku kembali
dari sekolah dengan selamat, tanpa ada persoalan di sekolahnya. Soal aku belum
bisa melunasi uang sekolahnya, bagiku itu bukanlah dosa karena sudah kuusahakan
namun Allah masih mengujiku dengan harus bersabar.
Aku sudah sangat bersyukur bila ada temanku yang main
kerumah aku bisa menyuguhinya makan dengan nasi hangat, sayur asem, dan tempe
goreng tanpa lauk lain.
Ribuan syukur yang tak mampu aku lantunkan ke Hadlirat
Allah setiap saat dari nikmat dan karuniaNya yang Ia taburkan dalam
kehidupanku.
Alhamdulillah, siapapun yang masuk bertamu kerumahku selalu komentar
:”Kok dingin ya disini, dan aku pasti selalu ngantuk kalau duduk dirumah bu Nien
ini termasuk kamu kan ? selalu ngantuk dan tidur di kursi panjang merah warisan
dari ibuku almarhum yang sangat kukasihi”
Subhanallah, itulah keajaiban barokah. Itulah keajaiban
rasa syukur yang mengalir tiap-tiap saat tanpa henti. Aku dan keluargaku sangat bersyukur bila dalam keseharian kami tak menciderai hubungan kami dengan Allah SWT sehingga membuatNya murka.
Ana yang kukasihi,
Hidup adalah pilihan dengan segala konsekuensinya. Setiap orang telah
memilih jalan masing-masing dengan konsekuensi masing-masing pula, termasuk kita, aku dan kamu.
Apapun pilihan kita, kita harus bertanggungjawab dengan
konsekuensi yang harus kita pikul. Betapapun beratnya beban konsekuensi yang
harus kita pikul, masih ada Allah Yang Maha Segalanya.
Allah yang Maha Mengampuni, Allah yang selalu memberi
keajaiban, Allah yang selalu memberi jalan dan mengulurkan
pertolonganNya..Allah yang selalu menghangati kisi-kisi hati kita disaat kita
sedang berduka.
La Tahzan !
Jangan bersedih sahabatku. Mudah-mudahan, masa tahananmu diringankan olehNya, mudah-mudahan dibalik
jeruji besi kau lebih bisa menelusuri dirimu, untuk lebih bersimpuh diharibaan
Allah SWT. Menemukan segala kekurangan diri dan menemukan segala kebesaran Sang
Khalik. Memohon ampunan dan mengharapkan segala RahmatNya.
Aku dan semua kami, keluargamu,saudara-saudaramu, anak-anakmu, sahabat-sahabatmu, teman-temanmu, dan tetangga kita semuanya, insya Allah akan senantiasa mendoakanmu,
memohonkan kesehatan bagimu, memohonkan keselamatan, kekuatan, kesabaran
untukmu agar bisa menjalani hukumanmu dengan jiwa besar, dengan keikhlasan yang
penuh ketulusan, dengan keinsyafan atas segala khilaf, dan kembali kealam bebas
menjadi manusia baru yang sudah terbebas dari segala keburukan.
Semoga Allah
ijabah semua do’a-do’a kita yang baik. Amin Ya Robbal Alamin.
Peluk cium dan sayangku selalu untukmu.
La Tahzan !
Renungan Seorang Sahabat : NiniekSS
Labels:
Kisah Menarik
Thanks for reading Surat Buat Ana Sahabatku. Please share...!
0 Komentar untuk "Surat Buat Ana Sahabatku"